PENILAIAN RESIKO KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA DI INDUSTRI INFORMAL (BENGKEL)
Oleh
:
RIFAH
SAKINAH
70200109075
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Keselamatan dan
kesehatan kerja atau K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem
ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak
saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para
pekerjanya akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak
positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya. Oleh sebab itu isu
keselamatan dan kesehatan kerja pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang
harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh
sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain pada saat ini keselamatan dan
kesehatan kerja bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi
kebutuhan bagi setiap para pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.
Setiap orang akan melakukan berbagai jenis
pekerjaan yang ada untuk pemenuhan kebutuhan ekonominya. Lahan pekerjaan
sebagai sumber ekonomi masyarakat dewasa ini, terutama di kota-kota besar
dipenuhi sektor-sektor industri baik formal maupun informal yang pertumbuhannya
semakin pesat. Hal ini memicu perkembangan teknologi yang juga semakin canggih.
Walaupun perkembangan teknologi semakin meningkat, tidak menutup kemungkinan
menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan resiko bahaya yang beragam
bentuk dan jenisnya. Oleh karenanya perlu diadakan upaya untuk mengendalikan
berbagai dampak negatif tersebut
Era globalisasi menuntut pelaksanaan kesehatan dan
keselamatan kerja di setiap tempat kerja, termasuk sektor informal. Dalam
pelaksanaan pekerjaan sehari-hari pekerja di berbagai sektor akan terpajan
dengan resiko penyakit akibat kerja. resiko ini bervariasi mulai dari yang
paling ringan sampai yang paling berat, tergantung jenis pekerjaannya.
Sektor informal saat ini mengalami proses
pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan sektor formal, sehingga
menjadi salah satu penopang perekonomian di Indonesia. Keberadaan sektor
informal telah membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan meningkatnya
jumlah pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar kesejahteraan pekerja
yang masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor informal memiliki
beban dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima pekerja jauh di
bawah standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan
kaidah keamanan dan kesehatan kerja.
Keselamatan pada suatu tempat
kerja harus didukung oleh berbagai faktor seperti tempat kerja yang baik,
tingkat kebisingan yang rendah, suasana kerja yang nyaman dan lain-lain. Selain itu perlengkapan keselamatan kerja pada sebuah tempat kerja hendaknya dipergunakan secara
optimal untuk menghindari resiko kecelakaan. Untuk itu perlunya suatu program
yang dapat meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja khususnya bagi
karyawan. Salah satu langkah tersebut adalah dengan melakukan observasi dan wawancara kesebuah tempat khususnya di bidang perbengkelan dan melihat
secara langsung keadaan para pekerja dalam melakukan
aktifitas di bidangnya. Sehingga
program yang akan dibuat dapat sasuai dan cocok untuk industri tersebut.
B. Tujuan
Makalah ini
bertujuan untuk menilai penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di sektor
informal khususnya perbengkelan.
C. Rumusan
Masalah
Bagaimana penerapan kesehatan dan
keselamatan kerja di sektor informal khususnya perbengkelan ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Gambaran Lokasi
Bengkel
“Adi Jaya Motor” milik koko Jefran berada di Jalan Emmy Saelan Makassar
Sulawesi Selatan. Bengkel tersebut 100 meter dari Jalan Alauddin Makassar. Bangunannya
sederhana, yang memiliki peralatan suku cadang yang cukup lengkap, dengan
ukuran 5 x 10 meter.
1.
Sejarah Pendirian
Usaha
Koko Jefran keturunan dari cina ini bermula pada tahun 2004, beliau membuka
usahanya bersama-sama dengan istrinya. Tahun-tahun awal dibukanya usaha bengkel
ini di penuhi perjuangan bagi mereka berdua.
Bisnis
Koko Jefran ini dari tahun ketahun
meningkat. Beliau membuka bengkel ini
setiap harinya mulai dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam. Bengkel ini setiap
harinya menjual suku cadang dan melakukan service motor. Tempat usaha milik
Koko ini memiliki Surat Izin Mendirikan Usaha.
2.
Jumlah tenaga
kerja
Pekerja
yang bekerja di bengkel ini terdiri dari 4 orang. Dan keempat-empatnya
melakukan service motor.
3.
Proses produksi
Dalam
perbengkelan ini pekerja hanya melakukan service motor seperti menganti oli,
tambal ban, mengisi angin, dan penjualan suku cadang,
B.
Tinjauan Umum
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari
hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta
hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Kesehatan
kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang
bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau
kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Istilah
hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk
mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami
oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi
manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya
menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Undang-Undang
No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat
kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat
kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak
lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja,
selain dalam rangka efektivitas dan efisiensi kerja (Sedarmayanti, 1996).
Ergonomi yaitu sebagai salah satu ilmu yang berusaha untuk menyerasikan antara
faktor manusia, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan. Dengan bekerja secara
ergonomis maka diperoleh rasa nyaman dalam bekerja, dihindari kelelahan, dihindari
gerakan dan upaya yang tidak perlu serta upaya melaksanakan pekerjaan menjadi
sekecilkecilnya dengan hasil yang sebesar-besarnya. (Soedirman,1989).
Setiap
tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.
Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan
kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja.
Potensi
bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada manusia
yang bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan; properti
termasuk peratan kerja dan mesin-mesin; lingkungan, baik lingkungan di dalam
perusahaan maupun di luar perusahaan; kualitas produk barang dan jasa.
C.
Tinjauan Khusus
Sektor
informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan
dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di Indonesia.
Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia sebesar 116 juta orang pada tahun
2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor informal ( BPS, 2010).
Keberadaan
sektor informal telah membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan
meningkatnya jumlah pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar
kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor
informal memiliki beban dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima
pekerja jauh di bawah standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang
memperhatikan kaidah keamanan dan kesehatan kerja (ICOHIS, 2009). Sektor
informal adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan
yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak
terdapat keamanan kerja (job security), tempat bekerja yang tidak ada status
permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak
berbadan hukum. Sedangkan ciri-ciri kegiatan-kegiatan informal adalah mudah
masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini,
bersandar pada sumber
daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan
diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang
kompetitif. ( Fatmawati, 2012).
Sektor
informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan
dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di
Indonesia. Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia sebesar 116 juta orang pada
tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor informal ( BPS, 2010).
Keberadaan
sektor informal telah membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan
meningkatnya jumlah pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar
kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor
informal memiliki beban dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima
pekerja jauh di bawah standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang
memperhatikan kaidah keamanan dan kesehatan kerja (ICOHIS, 2009).
Perbengkelan merupakan suatu tempat
bekerja yang bergerak di bidang sector informal yang berlangsung tiap hari yang
memiliki pekerja(ada yang tetap dan ada yang tidak) tergantung pada pemilik
bengkel dalam mempekerjakan pekerjanya. Setiap harinya, para pekerja bengkel
kebanyakan menggunakan sikap atau posisi jongkok yang terkadang membungkukkan
bagian belakang badan yang memiliki dengan waktu yang terkadang lama sesuai
pekerjaan motor yang ada karena setiap perbaikan atau perawatan motor
bergantung pada kerusakan motor tersebut. Hampir seluruh pekerja bengkel juga
tidak menggunakan atau memperhatikan alat pelindung diri selama bekerja. Hal
ini dapat menimbulkan salah satu keecelakaan kerja apabila tidak memperhatikan
hal-hal tersebut.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Pengetahuan
tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Pengetahuan
mengenai K3 tentunya berbeda tiap individu yang bekerja khususnya pada sektor
informal. Di bengkel ini pekerja kurang mengetahui mengenai Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. pekerja tersebut mengetahui dan menyadari pentingnya menjaga kesehatan
dan keselamatan kerja ketika melakukan pekerjaannya namun lebih berpedoman
melakukan sesuatu dengan hati-hati. Pekerja sadar akan resiko dan bahaya yang
dapat timbul ketika bekerja.
Mereka
sering mengalami kecelakaan dalam bekerja tetapi mereka menganggap hal tersebut
sudah menjadi kebiasaan dan tak perlu dikhawatirkan lagi. Mereka juga berfikir
bahwa kecelakaan terjadi begitu saja atau tanpa terduga serta menganggap hal
tersebut adalah takdir.
B.
Kondisi
lingkungan kerja
Menurut Stewart and
Stewart, Kondisi Kerja adalah serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja
dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang
bekerja didalam lingkungan tersebut. Yang dimaksud disini adalah kondisi kerja
yang baik yaitu nyaman dan mendukung pekerja untuk dapat menjalankan
aktivitasnya dengan baik. Meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan
karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja, serta keselamatan dan keamanan kerja.
Pada
dasarnya, terdapat ruang lingkup dalam penentuan bahaya atau hazard di tempat
kerja. Yakni mencakup pengenalan, evaluasi dan pengendalian. Pada kondisi
lingkungan kerja bengkel tersebut dapat dikenali potensi hazard yang ada,
yaitu:
1.
Potensi hazard
lingkungan fisik
Potensi bahaya fisik, yaitu potensi
bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja
yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim
(panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. Potensi
hazard lingkungan fisik ini meliputi kebisingan. Nilai ambang batas untuk
kebisingan adalah 85
dB untuk 8 jam pemajanan, 90 dB untuk 4
jam pemajanan, 95 dB untuk 2 jam
pemajanan, dan seterusnya.
Sumber kebisingan yang ada terletak
pada saaat pekerja menyalakan mesin motor yang mengakibatkan ruangan tersebut
menjadi bising. Jenis kebisingan ini termasuk intermittent noise atau
kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah.
Potensi bahaya juga timbul pada asap
knalpot yang bertebaran sehingga berisiko mengenai mata atau terhirup melalui saluran
pernafasan.
2.
Potensi hazard
lingkungan fisiologis
Potensi bahaya fisiologis, yaitu
potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang
tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam
melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang
tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai
dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Potensi hazard lingkungan fisiologis
meliputi ergonomis. Pada saat melakukan service pekerja yang melakukan
pekerjaan tersebut pada posisi berdiri tanpa kursi terlebih di tambah dengan
suara bising dari kendaraan. Posisi duduk dapat mengakibatkan sakit punggung
karena terlihat pada posisi duduk pekerja tersebut membungkuk tanpa kursi.
3. Potensi hazard lingkungan
Kimia
Potensi
bahaya kimia, yaitu potesni bahaya yang berasal dari bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki
atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan),ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya
pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis
bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya
acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh.
Potensi bahaya yang timbul
pada saat melakukan penggantian oli dan tidak menggunakan sarung tangan
kemudian terjadi ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan) dan terjadi
kontaminasi pada jenis kimia tersebut (oli).
3. Penggunaan APD
Para pekerja yang beraktivitas dan
melakukan pekerjaannya, tidak menggunakan APD (alat pelindung diri) dalam
bentuk apapun.
Alat pelindung
diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpotensi terkena
resiko dari bahaya. Pada bidang bengkel ini, APD yang seharusnya digunakan
yaitu :
a.
Sarung tangan
Dengan menggunakan sarung tangan, pekerja bengkel
dapat melindungi bagian tangan dari temperatur
ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat,, bahan kimia, infeksi kulit.
b.
Masker
Dengan pemakaian masker di mulut dan hidung akan
terlindung dari debu, uap, gas, kekurangan
oksigen (oxygen defiency).
c.
Pakaian lengan panjang
Menggunakan pakean lengan panjang saat bekerja di
bengkel sangat penting pada perlindungan diri yaitu dapat terlindung dari temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia
atau logam cair, penetrasi benda tajam (alat-alat bengkel).
d.
Alat pelindung kaki
Pada alat pelindung kaki biasa yang digunakan ada
pemakaian sepatu yang nyaman agar terhindar dari lantai
licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan kimia (misalnya
oli).
APD di atas dapat melindungi
bagia-bagian tubuh pekerja untuk menimalisir kecelakaan kerja selama bekerja.
Dan sebaiknya harus diterapkan pada pekerja yang bekerja di bengkel.
4.
Pencegahan/
pengendalian kecelakaan kerja
Dalam mencegah/ mengendalikan
kecelakaan kerja, para pekerja tidak mempunyai program atau prosedur apapun,
pekerja hanya mencegah terjadinya kecelakaan kerja dengan bersikap hati-hati
pada tiap aktivitasnya.
5.
Fasilitas
kesehatan
Di bengkel ini tidak mempunyai
fasilitas kesehatan. Jika terjadi kecelakaan, maka pekerja tersebut mengobati
dirinya sendiri dengan membeli obat di apotik dan biaya pengobatan di tanggung
oleh pemilik bengkel.
Para pekerja biasanya mengalami
kecelakaan kerja seperti, tidak segaja memukul tangannya pada saat melakukan
service motor.
Sebaiknya perlu ada
fasilitas kesehatan meski usaha ini hanya bergerak di bidang sector informal.
Penyediaan kotak P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan) saat terjadi
kecelakaan kerja saat bekerja harusnya lebih diperhatikan oleh suatu pengusaha.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
- Di bengkel ini memiliki beberapa faktor resiko sehingga dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti kebisingan, asap, kimia dan ergonomi.
- Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di Bengkel ini belum terlaksana dengan baik.
- Pencegahan atau pengendalian kecelakaan kerja belum dilakukan dan hanya berdasar sikap hati-hati.
- Kesadaran untuk
menggunakan alat pelindung diri saat bekerja sangat kurang.
B. Saran
- Diharapkan bagi pemilik untuk mengetahui dan memberikan pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja serta prosedurnya bagi pekerja.
- Perhatian secara serius untuk mencegah posisi duduk yang tidak ergonomi yang nantinya akan membawa dampak yang kurang baik bagi pekerja.
- Kesadaran
menggunakan alat pelindung diri perlu di tingkatkan serta penggunaannya sesuai prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
artikel yang sangat bermanfaat untuk saya, terimakasih
BalasHapuswww.sepatusafetyonline.com